Monday, August 16, 2010

Apa ini waktunya? #2

Aku tak sadarkan diri. Petugas ambulance mengangkut tubuhku ke dalam ambulance, lelaki itu pun ikut masuk. Ia masih mengenggam tanganku, terus sampai di rumah sakit. Ia tak mau melepaskannya, sampai akhirnya petugas melarangnya masuk ke ruang UGD, perlahan ia melepaskan tanganku dan akhirnya mencium pipiku. Ia berbalik dan menyembunyikan wajahnya. Ia menangis dan khawatir akan keadaanku. Lalu ia menghubungi orang tuaku. Spontan orang tuaku kaget, panik, dan dengan cepat datang ke rumah sakit tempat aku di rawat.

Satu jam kemudian seorang dokter keluar dari ruang UGD, orang tuaku langsung menghampirinya, tapi dokter itu hanya mengelengkan kepalanya. Dokter bilang kondisiku kritis, aku kekurangan banyak darah, kaki kananku patah, dan kepalaku terbentur cukup keras. Mamaku menangis mendengar itu dan papa pun merangkulnya. Papa menyesal, 'kenapa aku tak langsung menjemput putriku tadi? ini semua tak akan terjadi.'. Dan lelaki itu? Ia duduk terdiam mendengar semua itu. Kaku bagaikan patung.

Seorang perawat keluar dari ruang UGD, dia membisikkan sesuatu pada dokter itu, dokter pun menyampaikannya pada orang tuaku. Ia bilang kalo aku membutuhkan transfusi darah, karena stok darah yang ada di rumah sakit itu terbatas dan tak ada yang sesuai dengan golongan darahku. Dokter bertanya pada orang tuaku apa golongan darah mereka, tapi jawabannya tidak memungkinkan. Golongan darah mereka AB dan A. Orang tuaku pun panik, tetapi lelaki yang mendengar percakapan itu langsung berdiri dan memberitahu golongan darahnya. Golongan darahnya O dan memang itu lah golongan darah yang dibutuhkan. Segera saja dokter membawa lelaki itu. Lelaki itu pun langsung mentransfusikan darahnya. Orang tuaku sangat berterima kasih kepadanya, lelaki itu hanya membalas dengan senyuman manisnya yang seperti berkata 'aku tulus melakukan itu untuknya'.

Selama dua jam mereka menunggu kabar dari dokter yang memeriksaku, betul.betul NIHIL. Dokter tak keluar.keluar. Mereka pun semakin khawatir, tapi tetap menunggu. Dua jam kemudian dokter pun keluar dengan mengeluarkan senyuman setipis kertas ia berkata "Keadaan putri anda sudah membaik, tetapi ia belum bisa dikatakan pulih. Ia masih dalam kondisi tak sadarkan diri, ia masih koma." Kembali mamaku menangis didalam pelukkan papaku.

Dokter memperbolehkan orang tuaku untuk melihat keadaanku yang saat itu masih koma. Mama lari ke dalam ruangan itu, ia mencium keningku. Papa menyusul di belakangnya. Mereka berdua mendoakanku dan setelah itu mengelus kepalaku sebelum akhirnya mereka melangkahkan kaki keluar ruangan. Lelaki itu menunggu orang tuaku keluar, kemudian ia meminta izin untuk menengok keadaanku, orang tuaku pun mengizinkannya.

Ia masuk, agak kaget melihat keadaanku. Kakiku digips dan kepalaku di perban, badanku pun sedikit memar kebiru.biruan, tapi ia tetap mendekatiku tanpa rasa takut. Hal pertama yang dilakukannya adalah memandangku. Memperhatikan wajahku yang dulu selalu ceria, penuh tawa, dan senyuman, tapi sekarang yang dilihatnya hanyalah wajahku yang memar dengan perban di kepalaku. Kemudian tangannya mengelus kepalaku dengan perlahan, ia mencubit hidungku sambil tersenyum kecil. Aku tak tau maksudnya apa dengan mencubit hidungku, tapi itu mungkin mengingatkannya dengan sesuatu yang lucu atau pun menyenangkan untuknya. Lalu tangannya mengenggam tangan kecilku, ia mengecupnya dan kemudian berdoa. Dan setelah itu ia pergi.

Satu minggu berlalu semenjak kecelakaan itu. Aku tak tau apa yang terjadi selama seminggu ini, aku baru sadar dari koma. Tepat jam 2 siang aku tersadar dari koma yang kuderita. Pengelihatanku kabur, tapi aku tau bahwa ada seseorang di samping tempat tidurku, seorang lelaki. Aku dapat merasakannya, itu karena ia mengenggam tanganku. Hangat rasanya, hmmm... 'Apa mungkin aku sadar karena kehadirannya?' pikirku.

Perlahan sosoknya mulai terlihat jelas. Ia memanggil namaku. Aku tau suara itu, ia pacarku. Lelaki itu pacarku. Lelaki yang menghampiriku saat kecelakaan itu terjadi, lelaki yang menghubungi orang tuaku, lelaki yang mendonorkan darahnya untukku, lelaki yang mengelus, mengecup dan mendoakanku, lelaki yang sekarang berada di sampingku ketika aku sadar. Betapa senangnya hatiku, Tuhan. Dan ia pun juga tak kalah senangnya melihatku. Ia memelukku dengan erat, seakan.akan tak ingin melepaskanku dan mengatakan "Aku sayang padamu. Selama seminggu aku menunggumu, aku takut kamu gak akan pernah sadar dan melihatku lagi. Aku kangen sama kamu, suaramu, tawa dan juga senyummu. Tapi sekarang aku akan bisa mendengar dan melihat itu semua lagi, karena kamu sudah sadar bidadari kecilku." ditambah dengan senyuman manis yang kemudian terukir di wajahnya. Aku pun membalas dengan senyuman dan berkata "Aku juga sayang padamu ksatriaku."







*maaf ya semua aku sudah buntu di sini. kayaknya ini sampai sini aja ceritanya, tapi kalo ntar aku membuat kelanjutannya, aku akan tulis lagi.
HOPE YOU LIKE IT!

**sekali lagi maaf karena ada yang ngawur di dalam cerita ini, itu adalah unsur ketidak sengajaan dan unsur kelupaan, hehe.. sumpah, saya lupa kalo darah orang tua sama dengan anaknya.. hehe... XDDD

***CERITA INI CUMA CERITA FIKTIF BELAKA, GAK ADA SANGKUT PAUTNYA SAMA YANG BUAT (saya) ATAU PUN ORANG LAIN!

Sunday, August 15, 2010

Apa ini waktunya?

Kadang aku membayangkan bagaimana rasanya pergi dari dunia ini, tapi aku tak pernah benar.benar bisa merasakan bagaimana rasanya. Sampai suatu waktu.....

Hari itu aku dan beberapa temanku ditugaskan untuk menghadiri sebuah acara yang berada di luar sekolah. Kami berangkat dari sekolah jam 8 dan sampai di tempat tujuan jam 8.30. Acara itu berlangsung sekitar 1 jam lebih, entah lah aku tak tau pasti. Setelah acara selesai aku langsung mengSMS pacarku, aku heran kenapa ia tak datang bersama kami. Ternyata dia capek. Karena ia tak datang akhirnya kami hanya dapat berkomunikasi dengan SMS, cukup lah daripada tidak sama sekali. Selama 15 menit aku dan temen.temenku masih berada di sana menunggu jemputan. Tak berapa lama akhirnya jemputan kami pun datang dan kami langsung naik dan berangkat kembali ke sekolah.

Sesampainnya di sekolah aku langsung membeli minuman. Aku hanya sendiri di sekolah. Tak ada teman yang menemaniku di situ, mereka semua sudah pulang. Aku pun menjadi sedikit bingung, hari ini aku ada les jam 4 di suatu tempat tapi tak ada teman yang menemaniku ke sana, aku takut sendirian. Aku berpikir untuk menelpon papa untuk menjemputku dan akhirnya aku menelpon papa. Papa tak mau menjemputku dan aku pun menjadi kesal. Aku langsung memutuskan hubungan telepon itu walaupun papaku masih mengoceh, aku tak mempedulikannya. Aku pun duduk terdiam di halte, sendiri. Aku memandang berkeliling, mencari teman yang masih ada di sekolah, tapi ternyata NIHIL. tak ada satu pun. Aku melirik sekolah. Bangunan SD yang ada di depan membuatku merinding, entah karena apa. Di depan situ pula aku melihat sesosok pria yang sedang menyiram tanaman. Kembali aku merasakan suatu kengerian di dalam tubuhku. Aku pun langsung beranjak pergi dari situ.

Aku berjalan melewati kantin dan berpikir untuk pergi ke rumah saudaraku. Aku mulai berpikir, 'Apa aku berani? Apa aku yakin?'. Saat aku melihat jalan yang mengarah ke rumah saudaraku itu, aku merasa sedikit takut. Setiap kali aku pergi ke rumah saudaraku aku pasti di temani oleh teman atau pacarku, tapi kali ini aku sendiri. Aku pernah mendengar cerita yang cukup membuatku ngeri untuk melewati jalan itu, aku dengar dulu seorang perempuan yang sedang berjalan sendirian pernah diperkosa saat melewati jalan itu, entah itu benar atau hanya sekedar cerita. Tapi sungguh, aku benar.benar takut. Aku tak bisa membayangkan diriku seperti itu. Saat itu aku berharap pacarku muncul di sampingku sambil menggenggam tanganku. Dia pasti bisa menemani sekaligus menjagaku di saat yang bersamaan. Tapi itu tak terjadi.

Aku semakin dekat dengan jalan itu, hanya tinggal menyeberang saja. Aku menarik nafas dalam.dalam dan menghembuskannya perlahan. Aku berdoa di dalam hatiku, meminta perlindungan-Nya untuk melindungiku. Perlahan tapi pasti, aku melangkahkan kaki dan menyeberang dengan selamat. Dan jalan itu.. Ya, tepat di depanku sekarang. Jalan yang sepi, tak ada yang lewat saat itu, hanya aku. Terus berjalan walau sempat beberapa kali aku menengok ke belakang. Di depanku jalan mulai menanjak, aku senang sekali saat itu, akhirnya jalan ini sudah mau berakhir. Terlintas di ingatanku, kenangan manis saat aku bersama dengan pacarku melewati jalan ini saat ia mengantarku, aku tersenyum senang. Semua pikiran yang mengerikan tadi tiba.tiba terhapus oleh kenangan indah itu. Benar.benar hebat!

Fiuuh.. Akhirnya aku sampai di atas dengan selamat tapi mataku berkunang.kunang. 'Apa ini,' pikirku 'kenapa mataku berkunang.kunang, apa aku akan pingsan?'. Pikiranku beradu. 'Aku tak boleh pingsan' pikirku, 'kalau aku pingsan, siapa yang akan menolongku? Tak ada yang lewat.' Aku pun menahan diri.

Aku kembali berjalan melawati jalan itu. Di depan ada jalan raya, aku harus menyeberanginya. Mataku masih berkunang.kunang, aku tak dapat melihat dengan baik. Kupikir tak ada kendaraan yang lewat, tapi ada satu mobil. Satu mobil yang berjalan mendekatiku. Aku tak menyadarinya, aku tak melihatnya, aku merasakan benturannya, dan aku terpental sejauh 3m. Aku tak tau lagi apa yang terjadi, tapi aku sempat melihat sesosok lelaki menghampiriku dengan panik dan memanggil.manggil namaku, setelah itu mataku terpejam dan aku tak sadarkan diri.

Ambulance datang, orang.orang datang berkerumun, dan lelaki itu? ya, dia ada di sampingku sekarang, mengenggam tanganku...
Air mata membasahi tanganku dan darah di sekitarku....
Dan aku......















*To Be Continued! khekhekhe... :P
**INI HANYA CERITA FIKTIF! TAK BERSANGKUTAN DENGAN SIAPA PUN!

Sunday, August 8, 2010

I'm sick

Aku sakit. Kepalaku pusing dan badanku lemas. Aku mau jatuh, tapi aku menahan diri.
Temanku selalu bersamaku, dia menjagaku. Di saat aku hampir pingsan, dia memanggil pacarku. Sebut saja pacarku Ricky dan temanku Jen.

Mereka mengkhawatirkanku, tapi aku sudah tak apa.apa, itu menurutku. Mereka menyuruhku untuk pergi ke UKS, tapi aku tak mau. Jen tetep membujukku dan aku menurut, aku pergi ke UKS. Aku berdua di sana dengan temanku yang lain, Aya namanya. Aku terbaring di salah satu kasur di UKS dan akhirnya tertidur, sedangkan Aya dia sedang menelpon entah siapa aku tak tau.

Sekitar 10 menit aku tertidur, tiba.tiba ada yang menepuk kakiku dan aku terbangun, ternyata Ricky. Dia menjengukku dan ia tak sendiri, dia bersama Naldo dan Hendry.

Ricky berjalan mendekatiku dan tangannya yang hangat mengelus kepalaku dengan lembut penuh perhatian. Dia memperhatikan diriku yang sedang dalam keadaan lemah, ia tak pernah melihatku selemah ini. Dan aku tau dia cemas dengan keadaanku yang sekarang.

Naldo dan Hendry akhirnya pulang. Ricky menyuruhku untuk pulang, tapi aku tak mau. Rumahku jauh dan orang tuaku pasti capek sehabis bermain golf. Ia menyuruhku untuk pulang ke rumah sepupuku. Aku menurut. Aku memakai kacamata dan sepatuku, aku mengambil tasku dan keluar bersamanya.

Di jalan aku teringat akan lesku nanti sore jam 4, aku tak mungkin kuat pikirku. Aku bilang pada Ricky bahwa sebaiknya aku pulang bersama teman.temanku saja. Kami akan naik bis jam 4. Dan Ricky mengantarku kembali ke UKS.

Saat kami kembali, kami bertemu Jen. Dia terlihat khawatir. Akhirnya aku kembali terbaring di UKS dengan di temani Ricky dan Jen. Ricky kembali mengelus kepalaku dan menyuruhku tidur. Dia tak bisa berada lama di dekatku saat itu dia akan latihan bersama teman.temannya. Dia menitipkanku pada Jen dan dia pergi, tapi kembali lagi dan pergi dan kembali lagi untuk melihatku. Kejadian itu berulang sekitar 4 kali dan akhirnya ia benar.benar pergi. Jen bilang padaku, kalau Ricky nggak sanggup untuk ninggalin aku di situ, ia ingin menungguiku sampai aku pulang. Aku merasa terharu skaligus senang saat itu.

Aku tak bisa tidur dan akhirnya aku mengajak Jen untuk bercerita.cerita. Sampai tiba.tiba badanku kembali melemas dan kepalaku pusing sekali, tapi itu tak berlangsung lama. Jen panik karena mengira aku akan pingsan dan ia memberi tau Ricky yang saat itu sedang jalan.jalan dengan beberapa temannya.

Tak berapa lama Ricky datang. Rambutnya sedikit acak.acakan, mungkin kerena ia datang dengan terburu.buru. Ia langsung mengelus kepalaku dan mengatakan "Aku khawatir sekali padamu", sambil menggenggam tangan kananku. Dia bertanya apa yang terjadi dan Jen menjawabnya.

Ricky betul.betul khawatir, aku belum pernah melihat dia sekhawatir itu. Ia berlutut di samping tempat tidurku. Tangan kanannya mengelus kepalaku sedangkan tangan kirinya menggenggam tanganku. Ia menyuruhku untuk tidur dan, ya aku menurut. Aku tak mau membangkaknya, aku tak mau ia semakin mengkhawatirkanku. Ia mengelusku terus, bahkan saat aku sudah terlelap. Tiba.tiba ia berhenti, kedua tangannya mengenggam tanganku yang kecil. Ia sedang berdoa dan saat itu aku seperti merasakan bibirnya mengecup jariku.

Saat selesai ia melonggarkan genggamannya dan perlahan.lahan melapaskan tanganku. Ia mau latihan. Dan ia menitipkanku pada Jen. Aku terbangun saat mereka semua pergi, hanya Jen yang ada di sampingku. Dia mengatakan padaku bahwa Ricky menangis, aku tak percaya. Apakah itu benar, Tuhan? Lalu aku melihat tempat ia menggenggam tanganku tadi, ada sesuatu yang basah di situ, sebuah tetesan yang masih hangat. Apa mungkin itu benar? Oh Tuhan, sebesar itu kah rasa sayangnya padaku sampai ia menangis dan kembali secepat itu untuk melihat keadaanku?
Tuhan, aku merasa bersalah...

Aku meminta maaf padanya di bis. Ia memaafkanku dan Jen. Ia mengatakan bahwa itu memang sudah kewajibannya untuk melindungi dan menjagaku. Aku kaget dan aku tak tau cara yang tepat untuk membalas kebaikkan hatinya padaku. Dialah ksatriaku. Aku memasukkannya ke dalam daftar ku, yaitu 'cowok.cowok terhebat di dalam hidupku'. Sudah ada 2 cowok hebat yang ada di dalam daftarku dan Ricky membuatnya menjadi 3 cowok. :D